Seorang gadis kecil baru saja pulang dari sekolah. Sesampainya dirumah, Sang Ibu melihatnya sedang bersedih. Dia pun bertanya kepada anakya tentang sebab kesedihannya. Gadis kecil itu pun menjawab: “Bu, tadi bu guru mengancamku akan dikeluarkan dari sekolah, karena pakaian panjang yang aku kenakan”. “Tetapi pakaian ini adalah pakaian yang dicintai Allah, anakku!”.
“Benar bu, tapi Ibu guru tidak suka”.
“Baik nak, meskipun Bu guru tidak suka, tetapi Allah menyukainya”. Jadi, siapakah yang akan kamu ta’ati?......
Akankah kamu taat kepada Allah yang telah menciptakanmu, membentuk parasmu dan memberi nikmat kepadamu? Atau kamu akan taat kepada makhluk yang tidak bisa mendatangkan manfa’at kepadamu?”
Allah lah yang aku taati, Bu !
Bagus nak. Kamu benar !
Keesokan harinya, sang anak tetap berangkat ke sekolah dengan mengenakan pakaian panjang dan ketika sang guru melihatnya, dia pun menghardik dengan kasar. Gadis tersebut tidak kuasa menghadapi hardikan sang guru, apalagi seisi kelas memandang kearahnya. Dan tangisan pun meledak.
Sambil terisak, anak itu melontarkan kata-kata singkat namun memiliki makna yang besar : “Demi Alloh, aku tidak tahu siapa yang harus aku taati, Anda atau Dia?”
“Dia siapa?” tanya sang guru.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Aku taati perintahmu, lalu aku mengenakan pakaian yang anda sukai dan bermaksiat kepada-Nya, ataukah aku akan mentaati-Nya dan mengabaikan perintah Anda?
“Aku akan tetap mentaati Allah Subhanahu Wa Ta’ala, walau harus mengalami segala kepahitan, jawab sang gadis.
Kata-kata itu keluar dari mulut mungil gadis tersebut. Kata-kata yang memperlihatkan loyalitas penuh kepada Allah ta’ala. Dengan tegas gadis kecil itu menyatakan komitmen dan ketaatannya kepada perintah-perintah Allah Yang Maha Kuasa.
Apa guru tersebut membiarkannya?
Sang guru meminta agar ibu anak tersebut dipanggil ke sekolah, apa yang kira-kira dia inginkan?
Sang ibu pun datang.
“Anak anda telah menasehatiku dengan nasehat yang paling berharga yang pernah aku dengar selama hidupku”, kata guru kepada sang ibu.
Ya, guru tersebut telah menerima nasehat dari muridnya yang masih kecil. Guru yang telah belajar tarbiyah dan memiliki ilmu pengetahuan yang sangat luas. Seorang guru yang ilmunya tidak menghalangi untuk menerima nasehat dari seorang anak kecil yang seusia dengan anaknya.
Selamat, bagi guru tersebut. Selamat pula bagi anak kecil yang ditelah ditempa dengan tarbiyah islam dan menggenggamnya dengan kuat. Dan selamat bagi sang ibu yang telah berhasil menanamkan rasa cinta kepada Allah ta’ala dan Rasulullah kepada sang anak.
Maka dari itu wahai para ibu muslimah
Kalianlah yang menggenggam anak-anak kalian. Mereka ibarat adonan yang bisa dibentuk sesuai dengan kehendak kalian. Maka, segeralah untuk membentuk mereka sesuai dengan bentuk yang diridhai Allah dan Rasul-Nya.
Ajari mereka shalat,
Ajari mereka untuk senantiasa taat kepada Allah,
Ajari mereka tentang keteguhan dan kebenaran,
Ajarkan semua itu kepada mereka sebelum mereka memasuki usia dewasa.
Jika mereka tidak sempat mendapatkan tarbiyah ketika kecil, niscaya kalian akan sangat menyesal karena kalian akan kehilangan anak kalian di masa dewasa mereka.
Gadis ini bukan hidup dimasa shahabat, maupun dimasa Tabi’in, tetapi gadis ini hidup di zaman yang penuh fitnah ini.
Kisah ini membuktikan bahwa sebenarnya kita mampu untuk mencetak generasi seperti gadis ini. Seorang gadis yang bertaqwa akan berani untuk menampakkan kebenaran serta tidak takut terhadap celaan orang yang mencela.
Saudari Mukminah, anakmu sekarang berada dihadapanmu, siramilah dia dengan air ketaqwaan dan keshalihan. Perbaikilah lingkungannya. Jauhkan ia dari berbagai virus dan obat-obat berbahaya.
Inilah tantangan yang berada dihadapanmu. Silahkan koreksi, apa yang telah kamu lakukan dengan amanah yang Allah titipkan padamu.
No comments:
Post a Comment