Sunday, September 15, 2013

PELUKAN TERAKHIR KISAH 2 ANAK YATIM PIATU

Bismillah ... Udara begitu dingin malam itu. Ada dua orang anak kecil yang sedang duduk saling berdekapan di teras samping rumah tingkat yang gelap, tanpa penerangan sedikitpun. Hanya pancaran cahaya lampu jalan milik rumah-rumah di sekitar kompleks itu yang menerangi gigilan hebat tubuh mereka. Sang adik kira-kira baru berusia 6 tahun sementara sang kakak berusia sekitar 8 – 9 tahun. Tubuh sang kakak amat kurus dan gigilan tubuhnya lebih hebat dibandingkan dengan adiknya yang sedang tertidur di dekapannya. Tak ada selimut, tak ada jaket, tak ada makanan. Mereka hanya mengenakan baju pendek dan celana pendek.

Sang adik tiba-tiba terbangun dan merintih karena perutnya terasa sakit. Sejak kemarin mereka belum makan. Mereka tak punya uang sepeserpun walau hanya untuk membeli sepotong roti.

“ kak, perutnya sakit…” erang sang adik yang mau tidak mau membuat sang kakak jadi kebingungan. Ia pun sangat lapar dan kedinginan. Tapi, apa yang bisa mereka makan??

“ tidur aja, dik…besok pagi kita pasti bisa makan “ sang kakak berusaha menghibur adiknya walau suaranya semakin parau karena kedinginan. Sang adik pun tertidur, tapi sang kakak bisa merasakan kalau sang adik sedang terisak di pelukannya. Sang kakak tahu, perut adiknya pasti sangat lapar, sama seprti dirinya. Ia pun tidak tahu sampai kapan mereka akan tetap bertahan kalau keadaannya seperti ini terus.

Sejak dua hari yang lalu, ibu mereka meninggal dunia dan mereka sudah tidak punya tempat tinggal lagi. Ayah merekapun sudah lama meninggal. Mereka tak punya sanak saudara untuk mereka jadikan sebagai sandaran hidup. Akhirnya mereka terlunta-lunta di jalanan tanpa sedikitpun uang dan pakaian. Mereka diusir dari rumah kontrakan yang tadinya mereka tempati bersama ibu mereka. Anak kecil mana bisa bayar uang kontrakan, begitu alasan sang pemilik rumah kontrakan itu.

Sejak kemarin, mereka terus berjalan tanpa tujuan. Baru menjelang malam mereka sampai di teras rumah yang sekarang menaungi tubuh rapuh mereka. Sang kakak tidak merasa yakin mereka bisa melewati malam yang begitu dingin itu. Mereka tidak berani meminta tolong penduduk sekitar. Mereka masih kecil dan terlalu takut untuk meminta tolong. Karena mereka tau, mereka akan dipandang sebelah mata, dianggap pengemis yang hanya berpura-pura mengemis untuk membiayai orang tua mereka yang pengangguran.

Di tengah rintikan halus hujan malam yang dingin itu, dua orang kakak adik itupun tertidur dengan perut yang sangat lapar dan tubuh yang lemah, hanya berselimutkan tubuh satu sama lain yang saling berpelukan.

Pagi harinya, saat sang adik terbangun, ia menemukan kakaknya sedang merintih kesakitan sambil memegangi perutnya. Sang adik yang masih kecil itupun panic dan pada awalnya dia hanya bisa menangis. Tangisannya itulah yang pada akhirnya mengundang perhatian penduduk sekitar. Semua orang berdatangan untuk melihat siapa yang menangis sepagi itu. Beberapa orang langsung menghampiri dua tubuh kurus itu lalu memeriksa keadaan mereka.

Baju mereka basah kuyup dan tubuh sang kakak amat panas. Beberapa orang lainnya mengambilkan pakaian untuk mereka, beberapa orang lagi memberikan makanan dan ada seorang ibu yang dengan baik hati mau mengolesi perut sang kakak dengan minyak angin karena sang kakak mengeluh perutnya amat sakit. Sang adik terdiam dari tangisannya dan dibawa oleh seorang penduduk ke rumahnya. Sementara sang kakak yang merintih kesakitan, langsung dilarikan ke rumah sakit untuk diperiksa dokter.

Rupanya, hari itu adalah hari terakhir sang kakak beradik itu bertemu. Karena setelahnya, mereka tidak pernah bertemu lagi selamanya. Sang kakak meninggal di rumah sakit karena penyakit angin duduknya sudah sangat parah akibat kehujanan semalaman ditambah dengan perutnya yang kosong. Sang adik pun dirawat oleh salah seorang penduduk, ia selamat.

1 comment:

  1. ya Allah Tuhan semesta Alam, jadikanlah hati hamba dan hamba2 lainnya menjadi lembut, suka berkasih sayang, suka menolong, alangkah indahnya dunia ini, kalau semua mahluknya saling berbagi, tidak ada lgi air mata kepedihan... semua tersenyum penuh kasih sayang, karena kami sadar dunia ini hanya tempat bercocok tanam sedang waktu panennya adalah setelah kita meninggalkan dunia ini (kematian) yaitu alam keabadian

    ReplyDelete

Daftar Isi