Saturday, September 7, 2013

Nabi Musa as: Kisah Sapi Betina Bagian III

Untuk menutupi kesalahannya, Uhaihah membawa mayat Syam`un ke pinggir kota. Tujuannya supaya penduduk kedua kota saling menuduh satu sama lain.

Pagi itu, mayat Syam`un ditemukan oleh Yahuda yang saat itu ditemani istrinya

“Mayat siapa ini suamiku?”

“Dia Syam`un pedagang kaya yang tinggal di tengah kota. Aku juga mengenalnya”

Mereka pun segera memberitahukan kematian Syam`un kepada keponakannya Uhaihah. Agar tidak dicurigai, Uhaihah menampakkan rasa terkejut dan meratap keras. Sambil terus menangis, ia berlari ke rumah Syam`un dan memberi tahu bahwa Ayahnya telah dibunuh. Mendengar berita ini sontak, Jamilah tak sadarkan diri. Orang-orang berkerumun berusaha menenangkan Uhaihah dan jamilah. “Benar-benar kejam. Pembunuhan ini pasti telah direncanakan. Jasadnya ditemukan di perbatasan, pasti pelakunya penduduk kota tetangga. Sebab, sebagian besar dari mereka tidak suka kepadanya. Sejumlah pedagang di sana juga banyak yang berutang. Kini mereka telah membunuhnya. Tabahkan hati kalian, kami pasti akan balas dendam”

Penduduk kota Uhaihah berbondong-bondong hendak menyerbu kota sebelah. Rencana penyerangan tercium penduduk kota tetangga. Mereka pun bersiap-siap menyongsong kedatangan kota Uhaihah.

Ketika suasana semakin memanas, seorang kakek tua muncul dan berusaha untuk meredakan ketegangan. “Saudara sekalian jangan biarkan setan menguasai kalian. Kalian telah termakan fitnah atas kematian saudagar rentenir ini. Aku yakin kalian semua membencinya karena dia adalah orang terkaya yang sukses membungakan uang.”

“kakek, caranya berdagang bukan alasan untuk membenarkannya dibunuh,” ujar penduduk kota Uhaihah

“Ya…, engkau benar. Tapi kematiannya juga bukan alasan yang tepat untuk bertikai. Sekarang temui Nabi Musa. Bukankah di tengah-tengah kita ada seorang Rasul? Adukan perkara ini kepada beliau”

Mereka pun menemui Nabi Musa as.

“Assalamu`alaika, ya Nabiyullah,” sapa mereka kompak, “Syam`un pedagang rentenir kota ini teah terbunuh, kami tidak tahu siapa pelakunya. Perang terbuka nyaris saja pecah di antara kami. Kami saling tuduh dengan kota tetangga. Kami bingung”

Nabi Musa a.s tertegun, sesaat kemudian masuk dan berdoa. Ia memohon kepada Allah swt agar membantunya memecahkan masalah ini. Tak lama kemudian Nabi Musa keluar dan berkata kepada mereka “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih sapi betina” (al-Baqarah [2]:67)

Mereka berkata, “Apakah engkau hendak menjadikan kami buah ejekan?”

Musa menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang jahil”

Mereka kemudian berbisik di antara mereka “Musa jawabanmu ini terkesan menghina kami. Kami minta engkau agar menunjukkan pembunuh Syam`un, tapi engkau malah menyuruh kami untuk menyembelih sapi betina. Apa hubungannya?” kata salah seorang di antara mereka.

Nabi Musa kembali mengulangi perkataannya “Allah menyuruh kalian untuk menyembelih sapi betina”

Orang-orang itu meninggalkan Nabi Musa dengan sejuta tanda Tanya. Mereka bingung dan masih belum paham dengan maksud Nabi Musa. Saat mereka melangkah lelaki tua yang menyarankan mereka agar menemui Nabi Musa muncul lagi, “Apa yang terjadi dengan kalian Bani Israil? Apa yang membuat kalian bingung? Bukankah kalian menumui Nabi Musa untuk mendengarkan Nasihatnya? Dia menyuruh kalian untuk menyembelih sapi betina sebagaimana yang diperintahkan Allah. Apa yang kalian pikirkan? Mengapa kalian masih ragu? Allah melarang kalian untuk mengingkari perintah-Nya, apakah kalian sudah lupa dengan perintah-Nya, atau kalian sengaja untuk membuat-Nya murka?”

Bani Israil tidak memperdulikan omongan orang tua ini. Uhaihah lalu berkata, “Saudara-saudara sekalian, silahkan pulang ke rumah masing-masing. Aku dan sepupuku akan berusaha untuk merelakan kepergian paman agar tidak pecah perang di antara kita. Kita dan penduduk sebelah tidak pernah bermusuhan, jadi jangan merusak hubungan baik ini. Sudahlah, pamanku sudah tiada. Aku yakin, menyembelih sapi betina tidak akan menghidupkannya kembali, atau membuat kita tahu siapa pembunuhnya”

“Jangan dengarkan Uhaihah. Dia tidak mencintai pamannya, dia hanya menginginkan hartanya saja,” bantah kakek bijaksana itu.

“Apa katamu kakek tua? Apakah kau hendak menyombongkan diri? Apa kau masih waras? Pamanku sudah kuanggap seperti ayah kandungku sendiri. Dia sudah banyak memberikan hartanya padaku, bagaimana mungkin aku tidak prihatin dengan kejadian ini. Aku hanya mengkhawatirkan Jamilah, aku tidak ingin dia larut dalam kesedihan,” sergah Uhaihah pada kakek tua itu, “Saudara-saudara sekalian, apa yang terjadi pada kalian? Apakah kalian akan membiarkan Musa menghina kalian sebegitu rupa?”

“Engkau benar, Uhaihah. Kita tinggalkan toko dan sawah untuk mengadukan masalah ini kepada Musa dan apa yang kita dapat? Dia malah melecehkan kita dan membuat kita bingung. Sekarang kita kuburkan Syam`un dan kembali bekerja,” kata salah seorang di antara mereka.

Semua orang mematuhi nasihatnya dan satu persatu kembali ke rutinitas mereka. Akan tetapi, masalah tidak selesai sampai di situ. Malam harinya mereka berkumpul di rumah tokoh yang sangat disegani membicarakan kematian Syam`un

“Saudara-saudara sekalian, kalau kita diam dan menutupi masalah ini dengan mudah, aku yakin akan jatuh korban ke dua. Karena pembunuh itu merasa perbuatannya tidak diketahui. Di samping itu, bisa saja Tuhan murka kalau kita tidak menuruti nasihat Nabi Musa,” kata Hakim

“Anda benar Tuan Hakim,” sambut salah seorang pengikut Nabi Musa. “Jika beliau marah, Tuhan pasti ikut murka. Dia telah menyelamatkan kita dari kekejaman Fir`aun dengan menenggelamkannya ke dasar laut. Setelah itu, orang-orang bodoh di antara kita menyembah anak lembu, sehingga Allah murka” (al-Baqarah [2]:54)

“Kezaliman kalian semakin hari, semakin bertambah” ujar hakim, “Karena itu kalian disambar halilintar, sedang kalian menyaksikannya. Setelah itu kami bangkitkan kalian sesudah kamu mati, supaya kalian bersyukur,” tambahnya (al-Baqarah [2]:55-56)

Semua pandangan serempak tertuju kepada Hakim. Mereka berkata, “Anda adalah hakim tercerdas di kota ini, mengapa Anda tidak memecahkan masalah itu dan menemukan pelakunya?”

“Aku hanyalah wakil Nabi Musa. Aku tidak berani bertindak terlalu jauh tanpa perintahnya. Menurutku, sebaiknya kita mengikuti sarannya untuk menyembelih sapi betina”

“Tapi, Nabi Musa tidak menggambarkan sapi betina yang dimaksud, bukankah di kota ini banyak sapi, apakah kita akan menyembelih sembarang sapi?” celetuk seseorang.

“Cukup!” sergah hakim, “Allah telah memberi kita kemudahan dengan hanya menyembelih seekor sapi betina. Mengapa kalian masih rewel? Menanyakan sesuatu yang tidak berguna dan hanya akan mempersulit kita”

Rapat akhirnya berakhir dengan keputusan besok mereka akan kembali menemui Nabi Musa.

Keesokan harinya Bani Israil menemui Nabi Musa, “Apa tujuan kalian kemari?” Tanya salah seorang pengikut Nabi Musa yang berada di serambi rumahnya.

“Kami ingin bertanya mengenai sapi yang dia inginkan. Di kota ini sapi betina banyak sekali, yang mana yang harus kami sembelih? Dia belum memberitahu ciri-cirinya”

“Nabi Musa tidak menyebutkan ciri-cirinya karena hendak memberikan kalian kemudahan. Mengapa kalian malah mempersulit diri?”

“Kami kemari bukan untuk berdebat denganmu, kami datang untuk menemui Nabi Musa. Maukah engkau memberitahukan kedatangan kami padanya?”

“Ya, akan kuberi tahu. Aku hanya mengingatkan kalian akan murka Allah, karena telah menanyakan sesuatu yang tidak berguna kepada Nabi-Nya” Pria itu bergegas menemui Nabi Musa dan mengabarkan tentang kedatangan Bani Israil. Nabi Musa kemudian keluar memberikan salam dan menanyakan maksud kedatangan mereka.

“Musa, kami datang untuk mempertanyakan tentang kematian Syam`un, tapi engkau malah menyuruh kami untuk menyembelih sapi betina. Kami bingung dengan perkataanmu. Jadi, sekarang kami ingin tahu sapi seperti apa yang engkau maksud”

Nabi Musa menjawab, “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”(al-Baqarah [2]:68)

Mendengar perkataan ini Bani Israil menatap Nabi Musa dengan tatapan ragu, seseorang diantara mereka berkata, “Apa kata Musa? Apa dia pikir kita bodoh? Sapi betina yang dia maksud jelas banyak sekali. Apa dia mau menghina kita lagi?”

“menurutku, dia memang hendak menghina dan merendahkan kita. Sudahlah, kita lupakan saja masalah ini. Biarlah pembunuh itu bebas berkeliaran daripada kita dipusingkan dengan masalah sapi betina”

Mereka tertawa lebar lalu membubarkan diri. Allah swt sesungguhnya menghendaki kemudahan, namu- orang-orang Bani Israil malah mempersulit diri.

No comments:

Post a Comment

Daftar Isi