Saturday, September 7, 2013

Nabi Musa as: Kisah Sapi Betina Bagian II

Izra adalah pembantu yang bekerja keras dan sudah lama menjadi pembantu Syam`un, namun sayangnya upah yang diberikan Syam`un tidak sebanding dengan kerja kerasnya. Akhirnya Syam`un menjadi orang yang di benci bukan hanya oleh pembantunya, bahkan para pedagang kota tetangga pun banyak yang membenci Syam`un.

Sementara itu, Syam`un sedang menyantap sarapan pagi ditemani putrinya, jamilah. Mendadak ia dikejutkan dengan suara pintu yang diketuk keras. “Tuan.., cepat buka pintunya”

“Apa yang terjadi jelek?” Tanya Syam`un dengan wajah masam.

“Tuan.., toko kita telah disatroni pencuri”semua uang di laci raib,” lapor pria itu dengan napas tersengal-sengal

Sebelum pembantu itu menyelesaikan kata-katanya, Syam`un segera menuju ke tokonya dan didapatinya semua uang di lacinya lenyap. Syam`un berteriak dan sesaat kemudian jatuh pingsan. Orang-orang yang lewat ketika mengetahui peristiwa ini segera membawa Syam`un ke rumah hakim

Nabi Musa as: Kisah Sapi Betina (al-Baqarah) 
Syam`un akhirnya dibawah ke rumah Yusya` hakim agung. Hakim yang terkenal cerdas. Ilmu yang ia dapatkan di peroleh dari ketekunannya menuntut ilmu kepada Nabi Musa as.

“Siapa orang pingsan yang engkau bawa kemari?” Tanya hakim kepada salah seorang yang hadir.

“Namanya Syam`un, Tuan”

“Apa yang terjadi padanya?”

“Tadi dia berteriak keras, lalu kemudian pingsan. Menurut pembantunya dia kecurian”

“Ceritakan kejadian yang kau lihat” kata hakim kepada pembantu Syam`un.

“Aku pergi mengurus dagangan, saat itu toko dijaga oleh Izra. Ketika aku datang hari sudah gelap, semua pintu juga tertutup dan toko telah tertutup rapat. Keesokan harinya seperti biasa aku hendak bekerja, tapi setibanya di toko laci sudah terbuka, semua uang dan perhiasan raib. Aku bergegas menemui Tuan Syam`un di rumahnya dan memberitahukan bahwa tokonya disatroni pencuri”

Tiba-tiba Syam`un siuman, ia langsung menatap orang-orang di sekelilingnya satu per satu, “Oh Tuhan…, mereka telah mencuri uangku.., hartaku hilang…, di mana uangku? Tolonglah aku Tuan Hakim.., kembalikan uangku”

“Prajurit, bawa Izra kemari sekarang juga!” perintah Yusya`.

“Engkau tidak boleh meninggalkan tempat ini sebelum terbukti engkau tidak mencuri,” kata hakim kepada pembantu Syam`un “Bisa jadi, engkau yang mencuri uang itu lalu berpura-pura tidak tahu”

Dengan kaget, pembantu itu berkata, “Benar Tuan..m aku tidak mencuri, apakah aku akan dihukum untuk kesalahan yang tidak ku lakukan?”

“Ini adaah kewaspadaan. Jika engkau tidak bersalah, nanti juga akan terbukti,” sergah hakim.

Pada saat yang bersamaan. Izra sedang membagi hasil curiannya dengan Uhaihah. Uhaihah mendapat seperempat sedangkan sisanya disembunyikan di salah satu sudut rumah. “Aku akan membawa semua uang ini keluar kota besok pagi. Sekarang engkau pulang lewat pintu belakang, dan jangan sampai ketahuan,” suruh Izra kepada Uhaihah, “Aku akan tidur supaya besok bisa bangun pagi. Awas, jangan sampai engkau terlihat banyak uang, karena orang-orang akan curiga”

“Hanya ini bagianku Tuan?” Tanya Uhaihah

“Engkau masih kurang? Apakah engkau ingin agar aku melaporkanmu ke pamanmu?”

“Tidak.., jangan..jangan..,” kata Uhaihah

“Kalau begitu jangan meminta lagi, cepat pulang. Aku ingin segera tidur”

Sebelum keluar, Uhaihah mengamati sekitar. Ketika aman ia segera keluar dan hendak pulang. Tetapi, sebelum ke rumahnya ia sempat ke suatu tempat untuk mengubur uang dan perhiasan curiannya. Sadar Yusya` adalah seorang hakim yang cerdas, Uhaihah berbelok dan berangkat ke rumah Yusya` sambil menangis

“Paman…, aku turut berduka dengan musibah yang paman alami”

“Engkau siapa?” Tanya hakim.

“Aku Uhaihah, keponakan Paman Syam`un”

“Apakah engkau mengetahui sesuatu yang berguna?”

“Ya benar…, aku tahu semuanya Tuan.., semuanya. Pagi itu aku hendak ke pasar dengan maksud untuk membantu pamanku. Ia sangat membenciku karena aku malas dan suka meminta uang. Dia juga tidak mau menikahkan aku dengan putrinya, Jamilah mesti kami saling mencintai lantaran aku tidak bekerja. Maka, satu-satunya cara untuk menarik hati pamanku ialah dengan membantu pekerjaannya. Ketika sampai di depan toko, aku melihat Izra sedang berdiri di dekat laci. Ia sibuk menguras isinya hingga tidak tersisa. Aku pun langsung menyergapnya agar pamanku tidak kehilangan uang. Ia memohon agar aku melepaskannya, ‘Uhaihah lepaskan aku. Aku akan memberimu separuh harta ini. Pamanmu tidak memberiku upah yang sesuai, dia sangat pelit,” kata Uhaihah memfitnah Izra

“Di mana uang itu sekarang?” Tanya hakim
“Uang itu kusembunyikan di tempat yang aman, Tuan”

“Aku sudah mengutus prajurit untuk menjemput Izra. Kita lihat, kau jujur atau berdusta!” kata Yusya` tidak langsung percaya

“Tuan, aku berkata jujur. Izra pasti mengelak semua tuduhan ini. Untuk membuktikan kejujuranku. Aku akan menunjukkan tempat Izra menyembunyikan uangnya”

Tak lama kemudian prajurit datang membawa Izra. Saat melihat Uhaihah kontan wajah Izra pucat pasi. Ia yakin bahwa Uhaihah telah memfitnahnya. Ia diam dan tak berani angkat bicara. Izra tidak bisa membela diri, apalagi setelah Uhaihah menunjukan tempat Izra menyembunyikan uang curiannya. Tak pelak lagi, hakim langsung memenjarakan Izra, dan membebaskan Uhaihah yang pintar memutarbalikkan fakta.

Syam`un pulang sambil menggandeng tangan Uhaihah, keponakannya. “Uhaihah, besok engkau bisa bekerja padaku. Kau sudah ku anggap seperti anak kandungku sendiri. Tak kusangka, ternyata kau sangat memperhatikanku. Aku akan mengajarimu berdagang dan menikahkanmu dengan Jamilah”

“Semoga Allah memberkatimu Paman. Aku adalah keponakan yang layak paman percaya” ujar Uhaihah dengan senyum simpul

Syam`un sadar bahwa keponakannya, Uhaihah, menyimpan api kedengkian yang membara dalam dadanya. Jadi wajar jika Syam`un tidak percaya sepenuhnya kepada Uhaihah, dan hanya mempekerjakannya pada pekerjaan-pekerjaan sepele. Suatu malam ia berbincang-bincang dengan putrinya Jamilah.

“Ayah, kelihatannya Uhaihah sangat mencintaimu dan mengabdi dengan tulus. Mengapa ayah tidak mengangkatnya sebagai orang kepercayaan. Dia sangat setia kepada Ayah sama seperti anak kandung”

“Jamilah, jangan salah dan jangan tertipu. Semua orang tahu bahwa sepupumu itu berperingai buruk dan bersifat tercela. Aku takkan pernah menikahkannya denganmu selamanya.”

“Jadi, ayah mengelabuhinya saat dia meminangku?”

“Tepat sekali buah hatiku. Aku perlakukan dia dengan baik dan penuh lemah lembut. Dia kira aku benar-benar menyayanginya. Bodoh.”

“Semoga Allah melindungimu, Ayah. Di dunia ini aku tidak punya siapa-siapa lagi selain Ayah, apa yang dapat ku lakukan jika terjadi sesuatu terhadap Ayah.”

Tanpa sepengetahuan keduanya, Uhaihah berdiri dekat jendela dan mendengarkan semuanya. Saat itu, Uhaihah benar-benar yakin bahwa ia telah ditipu oleh pamannya. Impiannya untuk memiliki Jamilah dan menguasai semua hartanya kini lenyap. Dada Uhaihah bergemuruh hebat. Ia bersumpah untuk membalas perlakuan pamannya.

Malam itu hujan turun dengan sangat deras. Seperti biasa Syam`un datang untuk memeriksa toko. Sementara itu, Uhaihah bersembunyi di balik pohon menunggu pamannya keluar. Sesaat kemudian, Syam`un muncul dari balik pintu dan melangkah keluar. Uhaihah diam-diam membuntutinya. Hujan turun dengan deras seakan-akan membantu Uhaihah untuk memuluskan rencananya. Beberapa saat kemudian Syam`un sadar bahwa dirinya sedang dibuntuti, ia pun segera menoleh ke belakang. Di bawah cahaya kilat yang sesekali menyambar, ia melihat wajah jelek Uhaihah dengan tatapan nanar. Belum sempat berkata-kata, sebilah belati menghujam dadanya. Darah langsung semburat mengalir deras membasahi tubuhnya, dan ia pun tewas dalam keadaan yang mengenaskan.

No comments:

Post a Comment

Daftar Isi