Sunday, August 25, 2013

Kesaksian Pendeta Bahira Terhadap Kenabian Rasulullah Saw

Kehadiran Muhammad sebagai Nabi dan Rasul telah tertulis dalam setiap kitab samawi yang mendahului Al Quran yaitu kitab Taurat, Zabur dan juga kitab Injil. Kabar bahwa akan datangnya seorang manusia yang akan diangkat sebagai Nabi seluruh umat juga telah didakwakan oleh para Nabi pendahulu Muhammad. 

Muhammad yang terlahir sebagai yatim piatu, sudah diuji kesabarannya sejak ia berumur 8 tahun. Saat usia tersebut ia sudah kehilangan orang yang merawatnya semasa hidup, yaitu kakeknya Abdul Muthalib. Semenjak ditinggal kakeknya, Muhammad dirawat oleh pamannya Abu Thalib. 

Muhammad terlahir sebagai pribadi yang tidak mau mengikuti agama kebanyakan penduduk Quraisy saat itu yang masih menyembah berhala yang mereka namai Al-Latta dan Al Uzza. Muhammad terlahir dengan memeluk agama yang telah diberikan kepadanya dan bertuhankan Allah swt. 

Tanda Muhammad sebagai Nabi dan Rasul seperti yang dikisahkan oleh Nabi dan Rasul sebelumnya belum disadari oleh paman Muhammad, Abu Thalib. Hingga pada suatu hari Abu Thalib hendak berdagang ke Syam. Ia pun mengajak Muhammad yang masih anak-anak ikut dengannya. 

Dalam perjalanan inilah Abu Thalib melihat keganjilan pada Muhammad. Dalam cuaca tanah Arab siang hari memiliki pancaran sinar matahari yang amat terik, Abu Thalib dan Muhammad tidak merasakan hal tersebut. Abu Thalib menengadah ke langit dan melihat gumpalan awan terus mengikuti setiap langkah Rasulullah saw. Abu Thalib yang keheranan hanya menganggap hal ini sebagai hal yang kebetulan menurutnya. Mereka pun bertemu dengan rombongan pedagang lainnya dan sama sama ingin berdagang ke Syam. 

Dari kejauhan seorang pendeta Bahira sedang duduk di depan gerejanya dan melihat gumpalan awan yang aneh tersebut. Sekeliling Jazirah Arab begitu terik dan tidak terlihat awan sama sekali, namun awan yang terpangpang di hadapan matanya begitu jelas terlihat berjalan sangat perlahan mengikuti sekumpulan orang. Ia pun teringat dengan surat yang dikatakan dalam Injil tentang kehadiran seorang Nabi. Ia juga mengetahui bahwa pedagang yang ingin ke Syam selalu beristirahat di gerejanya. Ia pun menanti kedatangan rombongan tersebut dengan penuh rasa penasaran. 

Hingga akhirnya, sampailah rombongan tersebut ke gereja Pendeta Bahira. Abu Thalib berkata: “Bolehkah kami beristirahat di gerejamu wahai pendeta Bahira?” 

“Tentu saja, bahkan saya sendiri sangat mengharapkan hal tersebut” 

Sesampainya di gereja tersebut pendeta Bahira masih memperhatikan awan yang masih ada bergerumul di atas gerejanya dengan tenang dan tak terusik. 

Dipenuhi rasa ingin tahu, pendeta Bahira menyiapkan jamuan makanan untuk para tamunya. Ia pun mempersilahkan kepada Abu Thalib dan rombongannya hadir dalam jamuan tersebut. Kedermawanan dan keramahan Pendeta Bahira tak dapat ditolak oleh Abu Thalib. Muhammad waktu itu menunggu di luar. Menurut pamannya seorang anak kecil belum dapat dihadirkan dalam acara jamuan makan dengan para pria dewasa. 

“Apakah semua tamu sudah hadir dalam jamuan makan ini?” Tanya Pendeta Bahira 

“Iya semuanya sudah berada dalam ruangan ini” jawab Abu Thalib 

“Apa Anda tidak meninggalkan seorang pun?” 

“Hanya seorang anak kecil yang menunggu di luar” 

“Ajaklah ia bergabung dalam ruangan ini, jangan sisahkan seorang pun untuk bergabung dalam jamuan makan ini” 

Abu Thalib kemudian memanggil Muhammad untuk turut serta dalam jamuan makan tersebut. Pendeta Bahira tanpa disadari oleh tamu lainnya memperhatikan awan yang sejak tadi memayungi gereja, mengikuti kemana pun anak kecil yang bersama Abu Thalib ini melangkah. “Inikah tabir kejadian aneh ini?” Gumam Bahira. 

Di tengah tengah tamunya yang sedang menyantap hidangan Bahira terus memperhatikan anak kecil ini. Mencari bukti kenabian dalam dirinya. 

Usai jamuan makan saat itu, Bahira kemudian menemui Abu Thalib. 

“Wahai Abu Thalib, siapakah gerangan anak kecil ini?” 

“Dia adalah anakku?” jawab Abu Thalib 

Bahira tertegun, dalam kitab yang ia pelajari ia tahu bahwa kelak manusia yang akan diangkat sebagai Nabi penutup semua Nabi, adalah seorang yatim piatu. Namun mengapa ia memiliki seorang ayah sedang terdapat padanya tanda tanda kenabian? Tanyanya dalam hati. Bahira kembali bertanya 

“Apakah ia anak kandungmu?” 

“Bukan!” 

“Lalu?” 

“Anak ini ialah anak saudaraku, ia adalah kemonakanku. Ia bersamaku dan aku menjamin keselamatannya” 

“Bagaimana dengan ayah kandungnya?” 

“Ayahnya telah tiada ia terlahir sebagai yatim piatu tanpa ayah dan ibu” 

Mendengar penjelasan dari Abu Thalib semakin yakin Bahira kepada anak tersebut sebagai manusia yang kelak akan diangkat sebagai Nabi. Sesuai yang tertulis dalam ikhwal kitab sucinya. 

Ia pun bertanya kepada Muhammad 

“Demi Al Latta Al Uzza” ia mengagungkan berhala tersebut “Maukah kau menjawab segala pertanyaan yang ku ajukan kepadamu, wahai Muhammad?” tanya Bahira dengan kagumnya. 

“Wahai Tuhan Bahira, janganlah engkau bertanya dengan menyebut nama berhala tersebut. Demi Allah, tiada hal yang kubenci di dunia ini selain dari berhala yang tuan Bahira sebutkan” jawab Muhammad tegas 

Bahira tertegun. Ia semakin yakin dengan tanda kenabian yang melekat pada diri Muhammad. 

“Baiklah” kata Bahira sambil tersenyum “Demi Allah, maukah kamu menjawab pertanyaan yang kuajukan kepadamu, wahai Muhammad?” 

“Tanyakanlah” 

Bahira kemudian menanyakan keseharian Muhammad, caranya makan, dan bagaimana sikapnya jika bergaul dengan anak anak se usianya. 

Muhammad menjawab pertanyaan tersebut dengan tenang dan penuh kejujuran. 

Mendengar jawaban tersebut, Pendeta Bahira yakin dengan dirinya. Tidak salah lagi anak di depannya ialah anak yang akan diangkat sebagai Nabi dan Rasul oleh Allah swt. 

“Wahai, Abu Thalib, tahukah kau siapa anak ini sebenarnya” tanya Bahira 

“Tidak” 

“Ia adalah anak yang kelak akan diangkat sebagai Rahmatan lil alamin, sesuai dengan yang diramalkan oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya. Ia akan diangkat sebagi Nabi dan Rasul” 

“Hah?” 

“Benar” kata Bahira meyakinkan Abu Thalib. Sesungguhnya anak ini akan diangkat sebagi Nabi dan Rasul. Jika kelak aku diberi umur panjang, maka aku akan menjadi pengikut pertamanya. Demi Allah aku beriman kepada utusanNya. 

“Wahai Abu Thalib” kata Bahira lagi, “Janganlah kau bawa serta Muhammad ke Syam. Jika orang-orang melihat tanda kenabian padanya, maka orang orang Yahudi akan membunuhnya. Paling tidak mereka akan memperdayainya. Lindungilah dia dari ancaman itu” 

“Aku akan melindunginya, bukan karena telah mendengar penjelasanmu, melainkan aku akan melindungi karena ia adalah kemonakanku yang juga merupakan kewajibanku untuk menjamin keselamatannya” 

“Aku turut berdoa, agar ia selamat dari ancaman tersebut” 

Mereka pun berbincang cukup lama. Hingga akhirnya rombongan tersebut melanjutkan perjalanan ke Syam.

No comments:

Post a Comment

Daftar Isi