Tuesday, August 27, 2013

Kisah Keberanian Abu Dzar r.a

Seorang musafir dari Ghifar berjalan menuju Mekah untuk menemui Rasulullah saw demi mempelajari ajaran mulia yang dibawah beliau. Suku Ghifar terkenal sebagai perampok yang kerap kali merampok kalifah dagang yang mau tak mau harus melewati perkampungan mereka.

Mereka adalah orang-orang yang kuat yang sanggup melakukan perjalanan jauh dan tidak pernah tersesat karena keberanian dan juga tempaan alam yang membentuk kemandirian mereka.

Dialah Abu Dzar, salah seorang dari suku Ghifar yang digambarkan sebagai seorang preman di sukunya yang kini tergerak hatinya untuk memperoleh cahaya hidayah dari Rasulullah saw.

Kisah Keberanian Abu Dzar r.a
Dengan mudahnya ia menemui sang pembawa risalah yang sedang duduk seorang diri. Ia menyapanya, “Selamat pagi! Wahai kawan sebangsa!”

Rasulullah saw menyambutnya hangat, “Waalaikum salam, wahai sahabat!”

Abu Dzar berkata, “Bacakanlah kepadaku hasil gubahan syair Anda!”

“Ini bukan syair hingga dapat digubah, melainkan Al-Quran yang mulia,” jelas Rasulullah saw dengan sabar.

Setelah dibacakan beberapa ayat dari Al-Quran, Abu Dzar langsung berseruh, “Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah!”

Rasulullah tersenyum bahagia melihat keislaman pendatang baru di hadapannya. Beliau bertanya, “Dari manakah engkau berasal, wahai saudara sebangsa?”

“Ghifar!” jawab Abu Dzar pendek

Subhanallah, Rasulullah saw benar-benar takjub ketika mendapati seorang preman yang berasal dari suku yang berkarakter brutal ternyata mau menerima islam yang penuh ajaran kelembutan dan kasih sayang kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada yang disukainya!”

Abu Dzar adalah seorang preman yang menjadi sahabat Nabi dan berada di baris depan sebagai seorang yang pertama masuk islam. Cahaya imannya seakan berontak ingin mengahapus segala bentuk penyembahan berhala yang menjadi kebiasaan bangsa Arab saat itu.

Ia merasa sangat geram melihat umat islam berbisik-bisik dalam syiarnya. Ini adalah agama yang haq yang menyelamatkan mereka! Apa yang harus ditakuti jika yang dibelanya adalah agama yang benar? Sambil menahan keinginannya yang meluap luap untuk memproklamasikan keislamannya, Abu Dzar menyempatkan diri bertany kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, apa sebaiknya yang harus saya kerjakan menurut engkau?”

“Kembalilah kepada kaummu sampai ada perintahku nanti!” jawab Rasulullah. Beliau memang paham betul bahwa situasi di sana belum aman bagi kaum muslimin, apalagi jika diketahui bahwa ia telah memeluk islam. Oleh karena itu, Rasulullah menyuruh Abu Dzar untuk kembali ke kaumnya demi keselamatan Abu Dzar.

Bagi Abu Dzar perintah itu adalah pembungkaman yang sangat bertolak belakang dengan karakter dirinya. Kemudian ia berseru, “Demi Tuhan yang menguasai nyawaku! Saya tidak akan pulang sebelum meneriakkan islam di masjid!”

Ia langsung menuju Masjidil Haram dan meneriakkan syahadat di sana. Tak ayal sekelompok orang mendatanginya dan memukulinya hingga ia terjatuh, beruntung paman Rasulullah saw, Abbas, segera menolongnya.

Kejadian itu tidak membuat Abu Dzar kapok. Keesokan harinya, dia melihat dua orang wanita sedang thawaf mengelilingi berhala Usaf dan Nailah sambil memohon kepadanya. Abu Dzar mendekati berhala itu dan menghinanya sedemikian rupa di depan kedua wanita itu. Spontan, keduanya berteriak hingga puluhan orang datang dan kembali memukuli Abu Dzar hingga pingsan.

Setelah siuman, ia bergumam, “Tiada Tuhan yang haq disembah selain Allah, dan Nabi Muhammad itu utusan Allah”

Rasulullah saw mengenal tabiat sahabat barunya ini yang ternyata pemberani. Namun, beliau tidak mengizinkan Abu Dzar melakukan hal yang sama lagi. Beliau pun mengulangi perintahnya agar Abu Dzar kembali ke kaumnya dan tidak boleh dibantah

Abu Dzar pun kembali ke kaumnya meskipun semangat menyiarkan islam tidak pernah padam, bahkan makin membara. Ia memberitahukan kepada kaummnya bahwa telah hadir seorang Nabi yang telah diramalkan para Nabi terdahulu yang menyuruh untuk beribadah kepada Allah dan membimbing manusia agar berakhlak mulia. Satu per satu dari kaumnya pun memeluk islam.

Tahun demi tahun berlalu. Umat islam telah berhijrah ke Madinah bersama Rasulullah saw. Saat yang tepat bagi Abu Dzar untuk melepas rindu kepada Rasulullah saw. Ia pun mengajak kaumnya dan kaum Aslam untuk bertemu dengan Rasulullah saw. Sosok mulia yang mereka kenal melalui berita dan belum pernah bertemu sebelumnya.

Iring-iringan Abu Dzar begitu gagap gempita. Barusan berkuda dan iringan berjalan kaki meneriakkan takbir sehingga menyebabkan suara gemuruh. Para penduduk kota mengira mereka akan menyerang kota mereka.

Langkah mereka terhenti di depan masjid Rasulullah yang sekaligus merupakan tempat kediaman beliau. Melihat kehadiran Abu Dzar bersama kaumnya dalam jumlah besar tersebut, Rasulullah saw bersabda, “Sunggu Allah memberikan hidayah kepada siapapun yang dikehendaki-Nya”

Beliau menoleh kea rah suku Ghifar dan berkata, “Suku Ghifar telah di-ghafar (diampuni ) oleh Allah!”

Hari-hari bersama Rasulullah saw, beliau telah melembutkan hati dan tabiatnya. Abu Dzar senantiasa memegang teguh prinsip kebenaran dan memperjuangkannya. Ia selalu mengingatkan kaumnya saat mereka tergelincir. Kata-katanya menukik tajam sehingga selalu mengena pada hati yang sedang goyah. Dialah Abu Dzar yang memiliki semangat dan keberanian luar biasa dalam mendakwahkan agama Allah swt.

No comments:

Post a Comment

Daftar Isi